Selasa, 12 Juli 2011

BB 01

Ford Ranger warna silver mentalik itu membawaku masuk kejalan tambang yang menuju lokasi pengambilan bb alias batubara. Jalan berdebu yang tiap hari aku lewati di musim kemarau ini sudah menjadi makan sehari-hari. Mobil yang sudah di sediakan untuk menyirami jalan tidak mampu untuk menyetop debu dari truk-truk tronton yang lalu lalang membawa batubara dari lokasi tambang menuju stockpile sebagai tempat penumpukan batubara sementara sebelum di loading ke tongkang.
Aku penasaran apa yang dimaksud dengan batubara itu, aku coba klik di google dan di Wikipedia, ternyata yang disebut dengan batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Kalo dilihat dari harga sekarang bb adalah primadona di Kalimantan, coba banyakan saja untuk satu mentrik ton atau setara dengan 980 meter kubik itu harganya mencapai 300 rebu rupiah yang kualitas kalorinya 5300, itu kalori yang paling rendah. Apalagi kalo yang memiliki kalori 7000, wah pasti sangat mahal harganya. Pertanyaan paling dasar kenapa orang mau melakukan investasi di pertambangan batubara?... Kalo melihat dari proses perijinan lahan, perijinan lokasi, dan perijinan lainnya yg terkait dengan proses produksinya sangat jilemet dan penuh dengan aroma korupsi, kolusi dan warna-warni duwit.
Untuk perijinan baru saja kita harus mengeluarkan duwit antara 50-100 juta, ditambah dengan biaya pembebasan lahan yang harganya jubielah min zalik. Belum lagi nantinya kalo ada complain dari masyarakat yang permintaanya diluar dari akal kita.
Tidak kebayang dalam pikiran kita bahwa yang dulunya gunung yang kokoh, sekarang sudah menjadi lobang yang menggangga. Suara alat berat yang tiada hentinya siang dan malam mecongkel-congkel tanah seperti tidak puas-puasnya memukul, menggali, mengeruk dan mengangkut. Dalam hitungan hari saja gunung yang segede gaban itu udah ilang. Kita mungkin dulu bangga menunjuan dalam peta bahwa itu dulu adalah gunung yang tinggi, hutan yang lebat, sungai yang airnya bersih, tanahnya yang subur dan pohonnya yang besar-besar , ikannya besar-besar, binatangnya banyak dan disitu juga ada setannya..???
Sekarang mana…mana…mana…. dan jangan berharap kita menemukan binatang atawa gunung yang menjulang itu, setan aja yang merupakan musuh manusia juga ikut ngungsi, karena yg dilawannya bukan manusia tapi besi-besi raksasa yang menumbangkan pohon-pohon keramat dan batu-batu besar itu.
Ada asumsi oleh orang2 tambang dan pemerintah bahawa masyarakat dulu sangat susah dan miskin sebelum adanya perusahaan, tapi kalo menurut diriku sebaliknya, setelah adanya perusahaan malah tambah susah mereka. Dulu berburu masih mudah mendapatkan, kijang, rusa, pelanduk, teringgiling, babi dan burung-burung . Dulu masih ada tempat mancing karena masih ada danau dan sungai yang mengalir baik, kebun tumbuh subur karena tidak ada debu, penyakit tidak ada karena udara masih sehat, anak2 tidak bermimpi karena tidak ada telepisi yang dinonton, jalan tidak rusak karena tidak ada kendaraan yang lewat, konflik tidak ada karena masing2 tidak punya kepentingan, pokoke “tentram loh jenawi”.
Aduh sekarang penuh dengan intrik, kepala desa jadi otoriter, babinsa jadi beringas, saudara jadi musuh, hutan jadi rusak, gunung jadi danau, kebun jadi tambang, duwit jadi diatas segala-galanya. Genderasi kedepan bisa dipastikan bukan tambah makmur tapi tambah melarat dan terpinggirkan, karena mereka tidak ada lagi cerita yang bisa mereka banggakan tapi cerita yang penuh kepedihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar