Kamis, 14 Januari 2010

Cerita tapalbatas Indon-Malaysia

Permadani Hijau yang menipu mata.

Kalo bicara tentang Hutan, pasti di kepala kita itu adalah pohon2 berdiri tegak, dengan rimbunan daun dan semilir daun bergoyang di tiup oleh angin. Dan kalo bicara Kalimantan, pasti deh dalam kepala orang hanya ada dua hal : Kebun Sawit dan Tambang, wong saat ini cuman 2 (duwa) hal ini saya yang bersileweran di otak para pemilik modal dan masyarakat di sekitar hutan.

Kali ini penjelajahan diriku, balik kandang alias bulik ke kalimantan, karena merasa sebagai tanah tumpah darahku. Maka semangat 45 sekali, dan juga sekaligus dalam jalan2 kali ini aku akan sampai ke TAPAL BATAS atau populer di masyarakat di sebut dengan LIBAS alias Lintas Batas. Dari atas pesawat aku sudah bisa tebak, bahwa kami ada di atas Kalimantan, wong banyak permadani kotak-kotak hijau terlihat indah di bawah, tapi klo mata kita setajam elang, pasti itu bukan permadani sungguhan, tapi petak-petak perkebunan sawit yang hijau royo-royo.

Sambil menunggu pesawat landing, aku berpikir sudah sampai dimana ya perkebunan sawit merambah pulau kalimantan? apakah yang dulu merupakan hutan keramat, hutan larangan, juga sudah ngga ada atau masih bisa bertahan tapi semakin kecil dan berada dalam kepungan pohon2 kaya kelapa dengan buah kaya korma itu di tengah2 ribuan pohon dan sejauh mata memandang. Semakin di pikirkan semakin ngga nemu jawbannya, mending aku langsung liat sendiri aja. Karena perjalanan ku kali ini juga ingin mencoba liat langsung bagaimana Masyarakat Adat Dayak Iban di perbatasan mempertahankan hutan adatnya dengan gigih sampai-sampai mereka di masukan bui oleh pihak kepolisian karena menahan alat berat dan membakar camp perusahan sawit yang membuka hutan Adat mereka.

Perjalanan dari Pontianak menuju perbatasan (Ds. Semunying Jaya) kurang lebih 15 jam menggunakan mobil + boat. Dari Kec. Seluas kita kan menyelusuri sungai Kumba ke hilir kurang lebih 2-3 jam,(tergantung kondisi air sungai). Ada juga jalan darat, tapi masih pengerasan dan kalo musim hujan, ala mak tidak mungkin di lewati karena lumpur tanah kuning.

Desa Semunying Jaya Alias Dusun Pareh VS PT. Ledo Lestari

Agak membingunkan nama wilayah ini, semua perangkat desa ada di Dusun Pareh dari, kedes, kadus (kepala dusun), RT, RW, Ketua BPD, Sekdes sampai sekolah dan kantor desa juga ada di dusun Pareh ini, jumlah KK hanya 97, sedangkan yang di namankan Desa Semunying Jaya, penduduknya berjumlah 8 KK saja dan 10 kilometer jauhnya dari Dusun Pareh ini. Sebetulnya mana yang disebut Dusun mana yang disebut Desa,...bingungkan???

Luas areal hutan adat yang di pertahankan oleh Desa Semunying tidak besar-nesar amat, kaya ratusan hektar atau puluhan ribu hektar. Kawasan Hutan Adat yang mereka pertahankan mati-matian ini hanya berjumlah 2.950 ha. Jika dibandingkan dengan luas kebun sawit yang ada 20.000 ha, hanya sepertsepuluh luas kebun sawit PT. Ledo Lestari ini. Mboh... ! apa yang membuat perkebunan sawit juga ikut mati-matian masuk dan membabat Hutan Adat Masyarakat, malahan Hutan Adat sudah di Buldozer separonya alias sudah di bongkar balik dan di bakar segala kurang lebih 1.400 ha.

Masyarakat Dusun Pareh ke perbatasan hanya butuh waktu 1-2 jam menggunkan oto atau sepeda motor, menggunakan jalan logging PT. Yamaker (dulu) dan PT. Agung Perkasa yang dulu kerja kayu, sebelum lokasi ini di ambil alih oleh perkebunan sawit PT Ledo Lestari. Sekarang semua hal sudah menjadi kebun sawit, Tapalbatas, pos penjagaan atau dikenal dengan LIBAS juga di tengah kebun sawit, ladang masyarakat, kebun karet dan tempat ritual masyarakat juga, pokoknya sawit..sawit..sawit...sampai-
sampai desa Semunying juga di tengah sawit.

Dari Indon perkebunan sawit PT. Ledo sedangkan dari Malaysia (sebrang) itu ada perkebunan sawit Samling, Rimbunan Hijau dan Cakra, jadi tidak ada batas lagi antar sawit Malaysia dengan Indon, hanya sebuah parit selebar 2 meter dengan kedalaman 1 meter saja yang membatasi bahwa negara ini punya batas. Dan malah di salah satu rumah penduduk di Kilo 31, ruang tamunya masuk Malaysia sedangkan dapurnya masuk wilayah Indon, hebat tenan makan di indonesia ngorok di Malaysia.

Kelakukan Masyarakat Semunying Jaya

Sejak PT. Ledo Lestari membabati hutan rimba masyarakat, pola kehidupan masyarakat juga berubah, kalo sebelumnya mereka nangkap babi, rusa, ikan dan binatang lainnya. Saat ini masyarakat punya kerjaan tambahan, yaitu nangkapin chainsaw, bulduzer, eksapator dan kayu-kayu yang dicuri oleh perusahaan. Dan kalo dulu juga masyarakat bakarain ladang, saat ini ikut-ikutan bakarin camp pekerjan sawit.

Imbasnya, bukan hasil yang didapat tapi bui yang di rasakan oleh masyarakat. menurut salah seorang Masyarakat yang dibui, "mereka sudah menangkap chainsaw hampir 2 truk, karena saking banyaknya chainsaw yang beroperasi di wilayah adat mereka. semua chainsaw itu mereka serahkan ke kepolisan tapi seminggu kemudian chainsaw itu meraung lagi di wilayah adat mereka". Jadi mereka tidak percaya lagi dengan polis karena setelah chansaw di serahkan menjadi barang bukti, maka bukti itu diserahkan lagi ke perusahan.

1 komentar:

  1. miris baca bagian akhir dari posting ini Jhon. Kasihan amat yaa orang2 Semunying Jaya itu. Harusnya dibantuin tuh mereka ...

    BalasHapus