
Aku jadi penasaran, kenapa kampung ini dinamakan "pantai uwang", padahal kalo dilihat dari geografis berada di antar hutan rimba belantara dan di antara bukit pegunungan Meratus. dan aku tanyakan juga kepada salah seorang penduduk kampung, menurut Kambar "nama ini sudah sejak nenek monyang dahulu, dan tidak ada tahu siapa yg memberi nama, tapi yg jelas sungai kecil yg mengalir di samping balai bernama sungai Pantai Uwang", jadi kemungkinan nama kampung/balai ini diambil sesuai dengan Sungai yg menjadi tanda bagi kampung Balai Pantai Uwang ini.
Jumlah KK atau yg dikenal oleh masyarakat dayak meratus disebut "umbun", dan kalo dalam bahasa indonesiane disebut Kepala Keluarga. Untuk mempermudah sebutan dan supaya kelihatan ndeso, kita gunakan istilah "umbun" saja. Jadi jumlah umbun di Balai Pantai Uwang ini, berjumlah 17 Umbun, dan semuannya adalah satu keluarga.
Menurut pak Muin (kepala balai/adat) Balai Panatai Uwang, "tidak boleh kawin sesama orang di Balai Pantai Uwang, jadi klo perempuan harus mencari suami/laki dari balai lain begitu juga sebaliknya dengan laki-lakinya". Aturan adat ini berlaku sudah sejak nenek monyang mereka, jadi mereka percaya klo kawin sesama orng balai pantai uwang akan mendapat bala, karena masih ada ikatan satu keluarga.
Posisi rumah juga sangat unik di balai pantai Uwang ini, dimana semua rumah yang berada di kampung menghadap ke dalam Balai, jadi balai menjadi teras, depan rumah setiap umbun. Dan hitungan diriku, ada 10 pintu dalam balai ini, jadi rumah penduduk hanya merupakan bagian dapur saja, sedangkan kamar tidur adalah Balai. Ini berbeda dengan beberapa lokasi balai di Meratus, dimana balai hanya dijadikan sebagai tempat ritual bukan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Keunikan inilah yg menurut diriku ciri khas dari Balai Pantai Uwang ini, dan kemungkinan dahulu memang seperti ini, dimana Balai merupakan tempat sosialisasi, tempat ritual, tempat tidur, tempat bermusyawarah dantempat gosip... Sehingga kerekatan atawa keakraban antar keluarga sangat terasa sekali. Ini terbukti dengan minimalnya konflik antar keluarga karena saling menjaga dan saling berbagi.
Dan klo kita melihat keluar balai, indah tenan. Dikiri kanan Balai mengalir sungai yg airnya jernih bagikan iklannya minuman minelaral "Aqua", mata air dari pegunungan. Dan udara masih dingin serta sejuk sekali. Dan aku merupakan salah satu org yg mendapatkan kemewahan ini, dengan berbekal selimpingbed yg aku beli di saat masih jaman berkemah dulu, dan mendengarkan musik gendang yg dipukul dengan rotan oleh mama-mama, menjadikan tidurku seperti di dunia antah berantah.
Dan yg jadi unik juga, orang dayak meratus kalo menyebut binatang Babi, bukan babi tapi "Bayi." Nah..., jangan heran klo urang dayak meratus suka makan bayi,..alias babi. he..he..he...(hati2 bawa bayi, nanti dimakan oleh urnag dayak meratus).
Akhir dari perjalananku, adalah bagun pagi, jalan2 dan mandi di banyu nang dingin dan siap trekking selama 2 kilometer ke atas bukit untuk sampai ke jalan besar dan dilanjutkan naik sepedamotor untuk meluncur ke ibukota kabupaten dan dilanjutkan ke kota tercintaku naik mobil L300. Dan oleh2 yg bisa aku bawa ke rumah adalah 3 bungkus beras gunung asli orang dayak meratus dan 2 sisir pisang yg diberikan oleh keluarganya Kambar untuk istri dan anak2ku.
Terimakasih Kambar beserta keluarga, yg mempersilahkan diriku untuk menginap di Balai dan juga seluruh masyarakat adat Balai Panatai Uwang,...kepada Pak Muin kepala balai, tangkiu atas keramah tamahannya dalam jamuan adatnya dan oleh2 Lamangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar